Sepuluh Perintah dalam teologi Katolik

Musa Menerima Kedua Loh Batu (lukisan karya João Zeferino da Costa, 1868).

Sepuluh Perintah Allah merupakan rangkaian perintah moral dan religius yang diakui sebagai suatu landasan moral dalam beberapa agama Abrahamik, termasuk Katolisisme.[1] Menurut deskripsi dalam Kitab Keluaran dan Ulangan di Perjanjian Lama, Perintah Allah ini merupakan bagian dari perjanjian yang ditawarkan Allah kepada suku Israel untuk membebaskan mereka dari perbudakan dosa.[2] Menurut Katekismus Gereja Katolik—uraian resmi dari keyakinan Kristiani Gereja Katolik—Perintah Allah ini dipandang penting untuk pertumbuhan dan kesehatan rohani yang baik,[3] serta berfungsi sebagai dasar keadilan sosial Katolik.[4] Tinjauan ke Sepuluh Perintah Allah merupakan salah satu cara paling umum dalam pemeriksaan batin yang dilakukan oleh umat Katolik sebelum menerima Sakramen Tobat.[5]

Sepuluh Perintah Allah dibahas dalam tulisan-tulisan Gereja yang paling awal;[6] Katekismus menyatakan bahwa Sepuluh Perintah Allah telah "menempati suatu tempat utama" dalam pengajaran iman sejak zaman Agustinus dari Hippo (tahun 354–430 M).[7][8] Gereja belum memiliki standar resmi untuk pengajaran keagamaan hingga Konsili Lateran IV pada tahun 1215;[9] bukti-bukti mengemukakan bahwa Perintah ini digunakan pada pendidikan Kristen dalam Gereja perdana[10] dan sepanjang Abad Pertengahan, tetapi dengan penekanan yang tidak konsisten.[9] Kekurangan pengajaran tersebut di beberapa keuskupan menjadi dasar dari salah satu kritik yang dilansir terhadap Gereja oleh para reformis Protestan.[11] Setelah itu, katekismus pertama yang digunakan secara luas dalam Gereja pada tahun 1566 menyediakan "pembahasan yang menyeluruh mengenai masing-masing perintah", tetapi memberikan penekanan yang lebih besar pada ketujuh sakramen.[12] Katekismus terbaru menyediakan bagian cukup panjang yang menafsirkan masing-masing perintah dalam Sepuluh Perintah Allah.[7]

Ajaran Gereja mengenai Sepuluh Perintah Allah utamanya didasarkan pada Perjanjian Baru dan Lama serta tulisan-tulisan para Bapa Gereja awal.[13] Dalam Perjanjian Baru, Yesus mengakui keabsahannya dan menginstruksikan para murid-Nya untuk berbuat lebih jauh, menuntut suatu kebajikan melebihi yang dipegang oleh ahli kitab dan kaum Farisi.[14] Sepuluh Perintah Allah menginstruksikan semua orang agar menjalin hubungan dalam kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama sesuai rangkuman oleh Yesus dalam dua "Perintah yang Utama".[7] Tiga perintah pertama dari Sepuluh Perintah Allah menuntut penghormatan terhadap nama Allah, peringatan Hari Tuhan, dan melarang pemujaan allah lain. Perintah lainnya berkaitan dengan hubungan antar pribadi manusia, misalnya antara orang tua dan anak; perintah-perintah lain ini termasuk larangan berbohong, mencuri, membunuh, berzina, dan keinginan akan hal-hal yang dilarang.

  1. ^ Pottenger, p. 13
  2. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Barry85
  3. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Kreeft201
  4. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Carmody
  5. ^ O'Toole, p. 146
  6. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Hardon
  7. ^ a b c Schreck, p. 303
  8. ^ (Inggris) Paragraph number 2065 (1994). "Catechism of the Catholic Church". Libreria Editrice Vaticana. Diakses tanggal 1 Juni 2009. 
  9. ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Bast4
  10. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Pelikan
  11. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Bast3
  12. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Brown
  13. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Cat
  14. ^ Kreeft, p. 202

© MMXXIII Rich X Search. We shall prevail. All rights reserved. Rich X Search